Warung kopi
Oleh : Israk Al Qadri
Hal pertama yang saya ingat ketika mendengar dua
kata ini adalah trio komedian Dono, Kasino, Indro. Bagaimana tidak, dulu waktu
kecil sepulang sekolah saya sering sekali kejang perut melihat tiga orang ini
konyol-konyolan di televisi
hitam putih murahan ukuran 14 inchi, yang kalau hujan pasti banyak
semutnya. Saya rasa semua orang sudah tahu dan mungkin
anda pun juga tahu pemilik kata warung kopi ini. Ya mereka itu, atau yang lebih
dikenal dengan Warkop DKI.
Tapi jangan
salah paham dulu. Ini sama sekali bukan soal nostalgia belaka. Dan bukan soal
lawakan mereka yang biasa anda tonton dilayar kaca. Tapi warung kopi yang saya
maksud adalah warung biasa tempat nongkrong kaum Adam yang benar-benar laki, jadi yang
tidak laki alias setengah laki tidak bakalan nyasar ke warung kopi. Warung
kopi adalah dunianya lelaki, disana mereka menikmati sesendok kopi ditambah dua
sendok gula yang diseduh dengan air panas dalam cangkir atau gelas kaca.
Kenapa harus warung kopi namanya? Kenapa tidak
warung teh saja, atau warung susu barangkali. Karena mungkin tak asyik saja
kalau orang bilang ngeteh atau ngesusu, dan memang pantasnya orang bilang ngopi,
sekalipun disana dijual teh atau susu. Makanya sekali warung kopi, tetap warung
kopi.
Terlepas dari sebuah nama, Makdang Oncu pernah
bilang kalau selain buat ngopi ada kesenangan tersendiri yang didapat bagi
mereka yang biasa duduk di warung
kopi itu. Berbagai alasan dari mereka, ada yang bilang kalau ngopi dapat
inspirasi. Ada yang males diomelin istri dirumah lalu berangkat ke warung kopi. Dan ada
yang bilang kalau ngopi itu bisa menghilangkan stress karena pusing mikirin
kreditan motor yang masih nunggak, atau mikirin biaya kontrakan yang sudah
jatuh tempo. Itulah sedikit dari banyak alasan bagi mereka untuk duduk datang
ke warung
kopi.
Sebenarnya bukan kopinya saja yang dicari. Coba anda
bayangkan, apa sih istimewanya dari kopi? Sama
sekali biasa saja kalau
dilihat. Tapi kenapa banyak orang yang rela menghabiskan waktu duduk di warung berjam-jam hanya
untuk secangkir kopi? Ini
sungguh menarik untuk dijawab. Boleh jadi bercerita sambil bergurau dan bertukar pikiran
satu sama lain membuat tambah nikmatnya secangkir kopi itu. Itulah yang menjadi
magnet bagi setiap orang untuk datang ke warung kopi.
Sewaktu kecil saya sering kepikiran kenapa ayah
kalau sudah malam selalu pergi ke warung kopi, padahal setiap pulangnya pasti
diomelin sama ibu. Pernah sesekali ibu berkata pada ayah ‘’Yah,,, kok ke warung kopi terus sih,
kemaren ibu kan udah beli kopi dan gula dipasar, kenapa enggak ngopi dirumah
saja.” Ayah Cuma diam
saja. Ini jadi pertanyaan bagi saya
sewaktu kecil dulu.
Setelah dewasa, saya juga seperti ayah yang sering
menghabiskan waktu berjam-jam di warung
kopi. Biasanya kalau sudah suntuk tidak ada kerjaan di rumah, saya langsung
pergi ke warung kopi sebelah. Apalagi kalau ada jadwal pertandingan sepak bola
ditelevisi, saya pasti nonton di warung
kopi. Padahal dirumah ada televisi yang sudah tidak kesemutan lagi, namun saya
lebih suka nonton sama teman-teman di warung kopi.
Ketika liburan semester perkuliahan, keseharian saya
biasanya lebih sering berada di warung
kopi ketimbang berada di rumah.
Rasanya nyaman saja duduk membaca koran
sambil menikmati sebatang rokok dan goreng pisang ditemani secangkir kopi panas
buatan Etek Kadai. Saya jadi kecanduan berlama-lama duduk di warung kopi. Bahkan
kalau seseorang ingin mencari saya, mendingan cari saja di warung kopi sebelah
rumah. Karena jelas saya tidak akan berada di rumah.
Sekarang saya jadi tahu alasan kenapa ayah dulunya
dan sampai sekarang terus-terusan menghabiskan waktunya di warung kopi. karena
warung kopi menjanjikan kesenangan bagi setiap orang yang duduk disana, dan
kesenangan itu jelas tidak akan bisa didapatkan dirumah. Ketika sama-sama
menikmati secangkir kopi sambil bergurau bersama pengunjung warung lain,
menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi setiap orang disana.
Asyiknya lagi di warung kopi setiap
orang bisa ngutang dulu kalau belum punya uang untuk bayar. bahkan ada sebagian
yang datang ke warung
kopi hanya untuk ngutang. Sampai-sampai Etek Kadai karuik kaniang dengan ulah pelanggannya. Tetapi biasanya pengunjung
yang demikian dapat sindiran dari pengunjung yang lain. Untuk kedepannya tentu mereka
tidak berani ngutang lagi.
Namun sekarang ada nama yang lebih
elit untuk warung kopi, khususnya di kota-kota. Kita
mengenal café, ya itulah sebutan keren untuk warung kopi sekarang. Walaupun
sebenarnya tetap kopi yang dijual. Tapi agaknya lebih wah saja kalau ada orang
nanya minum kopi dimana? ‘’ dicafe’’.
Tapi sayangnya yang suka ngutang
tentu tidak bisa cashbon di cafe,
soalnya ga ada aturan ngutang di sana.
Jadi bagi saya dan teman-teman kalangan mahasiswa yang suka ngutang, masih
tetap suka duduk di warung
kopi daripada duduk di cafe.
Jadi bisa ngutang dulu
kalau kiriman duit dari kampung belum sampai. Itulah sekilas tentang warung
kopi yang telah akrab dengan masyarakat sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar