Kamis, 19 April 2012

KOLOM


Warung kopi
Oleh : Israk Al Qadri

Hal pertama yang saya ingat ketika mendengar dua kata ini adalah trio komedian Dono, Kasino, Indro. Bagaimana tidak, dulu waktu kecil sepulang sekolah saya sering sekali kejang perut melihat tiga orang ini konyol-konyolan di televisi hitam putih murahan ukuran 14 inchi, yang kalau hujan pasti banyak semutnya.   Saya rasa semua orang sudah tahu dan mungkin anda pun juga tahu pemilik kata warung kopi ini. Ya mereka itu, atau yang lebih dikenal dengan Warkop DKI.
 Tapi jangan salah paham dulu. Ini sama sekali bukan soal nostalgia belaka. Dan bukan soal lawakan mereka yang biasa anda tonton dilayar kaca. Tapi warung kopi yang saya maksud adalah warung biasa tempat nongkrong kaum Adam yang benar-benar laki, jadi yang tidak laki alias setengah laki tidak bakalan nyasar ke warung kopi. Warung kopi adalah dunianya lelaki, disana mereka menikmati sesendok kopi ditambah dua sendok gula yang diseduh dengan air panas dalam cangkir atau gelas kaca.
Kenapa harus warung kopi namanya? Kenapa tidak warung teh saja, atau warung susu barangkali. Karena mungkin tak asyik saja kalau orang bilang ngeteh atau ngesusu, dan memang pantasnya orang bilang ngopi, sekalipun disana dijual teh atau susu. Makanya sekali warung kopi, tetap warung kopi.
Terlepas dari sebuah nama, Makdang Oncu pernah bilang kalau selain buat ngopi ada kesenangan tersendiri yang didapat bagi mereka yang biasa duduk di warung kopi itu. Berbagai alasan dari mereka, ada yang bilang kalau ngopi dapat inspirasi. Ada yang males diomelin istri dirumah lalu berangkat ke warung kopi. Dan ada yang bilang kalau ngopi itu bisa menghilangkan stress karena pusing mikirin kreditan motor yang masih nunggak, atau mikirin biaya kontrakan yang sudah jatuh tempo. Itulah sedikit dari banyak alasan bagi mereka untuk duduk datang ke warung kopi.
Sebenarnya bukan kopinya saja yang dicari. Coba anda bayangkan, apa sih istimewanya dari kopi? Sama sekali biasa saja kalau dilihat. Tapi kenapa banyak orang yang rela menghabiskan waktu duduk di warung berjam-jam hanya untuk secangkir kopi? Ini sungguh menarik untuk dijawab. Boleh jadi bercerita sambil bergurau dan bertukar pikiran satu sama lain membuat tambah nikmatnya secangkir kopi itu. Itulah yang menjadi magnet bagi setiap orang untuk datang ke warung kopi.  
Sewaktu kecil saya sering kepikiran kenapa ayah kalau sudah malam selalu pergi ke warung kopi, padahal setiap pulangnya pasti diomelin sama ibu. Pernah sesekali ibu berkata pada ayah ‘’Yah,,, kok ke warung kopi terus sih, kemaren ibu kan udah beli kopi dan gula dipasar, kenapa enggak ngopi dirumah saja.” Ayah Cuma diam saja.  Ini jadi pertanyaan bagi saya sewaktu kecil dulu.
Setelah dewasa, saya juga seperti ayah yang sering menghabiskan waktu berjam-jam di warung kopi. Biasanya kalau sudah suntuk tidak ada kerjaan di rumah, saya langsung pergi ke warung kopi sebelah. Apalagi kalau ada jadwal pertandingan sepak bola ditelevisi, saya pasti nonton di warung kopi. Padahal dirumah ada televisi yang sudah tidak kesemutan lagi, namun saya lebih suka nonton sama teman-teman di warung kopi.
Ketika liburan semester perkuliahan, keseharian saya biasanya lebih sering berada di warung kopi ketimbang berada di rumah. Rasanya nyaman saja duduk membaca koran sambil menikmati sebatang rokok dan goreng pisang ditemani secangkir kopi panas buatan Etek Kadai. Saya jadi kecanduan berlama-lama duduk di warung kopi. Bahkan kalau seseorang ingin mencari saya, mendingan cari saja di warung kopi sebelah rumah. Karena jelas saya tidak akan berada di rumah. 
Sekarang saya jadi tahu alasan kenapa ayah dulunya dan sampai sekarang terus-terusan menghabiskan waktunya di warung kopi. karena warung kopi menjanjikan kesenangan bagi setiap orang yang duduk disana, dan kesenangan itu jelas tidak akan bisa didapatkan dirumah. Ketika sama-sama menikmati secangkir kopi sambil bergurau bersama pengunjung warung lain, menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi setiap orang disana.
Asyiknya lagi di warung kopi setiap orang bisa ngutang dulu kalau belum punya uang untuk bayar. bahkan ada sebagian yang datang ke warung kopi hanya untuk ngutang. Sampai-sampai Etek Kadai karuik kaniang dengan ulah pelanggannya. Tetapi biasanya pengunjung yang demikian dapat sindiran dari pengunjung yang lain. Untuk kedepannya tentu mereka tidak berani ngutang lagi.
Namun sekarang ada nama yang lebih elit untuk warung kopi, khususnya di kota-kota. Kita mengenal cafĂ©, ya itulah sebutan keren untuk warung kopi sekarang. Walaupun sebenarnya tetap kopi yang dijual. Tapi agaknya lebih wah saja kalau ada orang nanya minum kopi dimana?  ‘’ dicafe’’.
Tapi sayangnya yang suka ngutang tentu tidak bisa cashbon di cafe, soalnya ga ada aturan ngutang di sana. Jadi bagi saya dan teman-teman kalangan mahasiswa yang suka ngutang, masih tetap suka duduk di warung kopi daripada duduk di cafe. Jadi bisa ngutang dulu kalau kiriman duit dari kampung belum sampai. Itulah sekilas tentang warung kopi yang telah akrab dengan masyarakat sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar