Singgalang, Eksotika Ranah Minang
Oleh : Arfika Diana
Singgalang
adalah satu dari rangkaian Tri Arga (Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan
Gunung Tandikek) yang setia menopang langit Minangkabau. Berdiri gagah di
Kabupaten Agam, Sumatera Barat dengan ketinggian 2877 mdpl, menarik hasrat para
petualang menyusuri jalanan menanjak, menggapai eksotika alam.
Merasakan
lembabnya hutan lumut, dinginnya hutan tropis yang lebat serta keanggunan
telaga dewi yang berada di ketinggian 2762 mdpl adalah pesona alam yang telah
dijanjikan. Tak mudah memang, terdapat rute yang harus ditempuh untuk menggapai
tangga langit ini. Beranjak dari desa Koto Baru, perjalanan dilanjutkan ke desa
Pandai Sikek yang kemudian diteruskan dengan menyusuri jalanan beraspal kasar
untuk sampai ke Tower Pemancar TV.
Meninggalkan
lokasi Tower, perjalanan langsung dihadapkan pada tanjakan melewati
lorong-lorong hutan pimpiang. Tumbuhan pimpiang yang ramah seakan tersenyum menyambut
siapa saja yang datang menjamahnya. Daunnya menari, bergerak bersama angin
menyentuh setiap inchi kulit sang petualang. Dengan akrab, tumbuhan-tumbuhan
itu merangkul dan bergandengan dengan
rangkaian tiang listrik yang berada di sisi lorong. Sungguh, pemandangan yang
menambah apik pesona hutan gunung Singgalang.
Menapaki
terjalnya lintasan, mendengar nyanyian burung dan gemercik air dari kejauhan
adalah suatu harmonisasi yang tak terlupakan. Makin melangkah, suara itu
semakin nyata, kumpulan zat pelepas dahaga mengalir dengan kejernihannya, sejuk
dan menyegarkan. Disinilah tempat bernama Mata Air I. Merasakan hawa dingin
gunung yang diam-diam merasuk jauh ke tulang, mengubah semua kepenatan menjadi
gairah melawan tantangan.
Dari
Mata Air I, perjalanan tetap mengharuskan jantung bekerja lebih keras, menuju
Cadas dengan kemiringan 45 derajat. Semakin ke puncak, terlihat pohon pakis
yang berbaris rapi dan cantik. Batu rapuh Cadas mengharuskan kaki-kaki lelah
menahan ambisi, berhati-hati menapaki pendakian. Cadas terdiri dari bebatuan padat berwarna kuning, yang ditumbuhi pepohonan
berjenggot dan Rhododendron gunung. Dan bagi para petualang bermata jeli, mereka
bisa menjumpai bunga edelweis, bunga yang sering dianggap sebagai lambang
cinta, ketulusan, pengorbanan, dan keabadian. Edelweis juga melambangkan
pengorbanan. Karena bunga ini hanya tumbuh di puncak-puncak atau lereng-lereng
gunung yang tinggi sehingga untuk mendapatkannya membutuhkan perjuangan yang
amat berat.
Di perjalanan juga dijumpai sebuah tugu yang dinamakan
tugu Galapagos. Tugu ini di buat sebagai monumen hilangnya salah satu Siswa
Pencinta Alam ( Sispala ) Galapagos SMA 1 Padang sekitar tahun 90 - an. “
Terbanglah kau wahai sang elang, ……” begitulah bunyi awal kalimatnya.
Cadas menyuguhkan pemandangan lepas ke arah Gunung
Marapi yang terletak tepat di depan. Suatu keberuntungan bisa menikmati
eksotika kota Padang Panjang, Bukittinggi, dan danau Singkarak dari Cadas
karena pada siang hari gunung Singgalang sering diselimuti kabut. Untuk itu,
para pendaki biasanya mendirikan tenda dan bertahan menjelang sang raja siang
keluar dari peraduannya. Saat itulah pemandangan eksotis menari-nari di depan
mata penikmatnya.
Setelah melewati Cadas, perjalanan dilanjutkan dengan memasuki
kawasan hutan yang lebih lembab dan pohon-pohon yang di selimuti lumut tebal. Pesona
hutan basah gunung Singgalang, berjalan di antara akar-akar pohon ditumbuhi
lumut tebal menambah deretan kenangan yang tak terlupakan. Tak lama berselang,
keindahan Telaga Dewi siap menyambut mata-mata perindunya. Damainya riak telaga
yang dipermainkan angin mengundang langkah-langkah kaki mengayun mengitari
telaga. Disinilah hutan basah Singgalang sesungguhnya, bermain di istana lumut
yang indah dan berjalan menapaki lumut yang tebal.
Pencapaian di Telaga Dewi membuat banyak orang merasa
telah menemukan semua eksotika Singgalang, tapi sejatinya Singgalang masih
menjanjikan titik tertinggi. Yaitu titik triangulasi yang
dihiasi oleh tower-tower pemancar yang menjulang tinggi. Berada di puncak,
tempat tertinggi dari tubuh kokoh Singgalang adalah hal yang menakjubkan.
Menikmati pemandangan lepas dan berdiri di atas sebuah ranah yang kaya akan
adat dan tradisi. Ranah nan elok dengan wajah bak lukisan yang siap menyihir
mata yang melihatnya. Ranah yang menyeru mereka yang jauh untuk segera
bertandang, dan membawa mereka yang pergi untuk kembali pulang.
Akhirnya,
eksotika gunung Singgalang memang akan tetap bertahan dalam diri empunya,
hingga satu-satunya cara menebus rindu akan pesonanya hanyalah dengan berkunjung
kembali, menapaki setiap rintangan, menikmati setiap keindahan dan meresapi
semua keagungan Tuhan.
Penat
dan lelah telah terbayar oleh keramahan
alam. Alam sang keindahan kembali bersolek menarik mata-mata pemuja lainnya. Untuk
merayapi setiap jengkal keasriannya dan mendengar setiap harmonisasi yang
tercipta. Indah akan tetap indah, indah akan benar-benar indah bagi mereka yang
membutuhkan keindahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar